A.
PENGERTIAN
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya
tulang (Doenges, 2000). Fraktur adalah patahnya tulang yang biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik (Price & Wilson, 2006). Fraktur merupakan
gangguan kontinuitas tulang baik sebagian atau seluruh bagian tulang (Maher
dkk, 2000). Fraktur dapat juga diartikan sebagai kondisi retaknya atau rusaknya
keutuhan tulang.
Sedangkan Kalkaneus
itu bisa disebut juga tulang tumit, merupakan tulang besar yang
membentuk dasar dari bagian belakang kaki. Kalkaneus berhubungan dengan tulang
kuboid dan talus. Hubungan antara talus dan kalkaneus membentuk sendi
subtalar. Sendi ini amat penting pada
fungsi kaki normal. Kalkaneus sering disamakan seperti telur, karena memiliki
cangkang, tipis keras di luar, terdapat tulang yang lebih lembut seperti spons
di dalam. Bila kulit luar pecah, tulang cenderung rapuh dan menjadi
terfragmentasi. Hal ini mengakibatkan fraktur kalkaneal yang parah. Jika
fraktur melibatkan sendi maka dapat berisiko mengalami artritis dan nyeri
kronis...
FRAKTUR: CALCANEUS
B.
KLASIFIKASI
Fraktur
dapat diklasifikasikan dalam dua jenis klasifikasi, yaitu menurut kondisi
permukaan kulit dan yang kedua menurut bentuk patahan yang terjadi. Klasifikasi
fraktur menurut kondisi permukaan kulit adalah:
a.
Fraktur
Terbuka
Yaitu fraktur dengan kondisi kulit ekstremitas pada
daerah yang mengalami fraktur ditembus oleh tulang yang patah.
b.
Fraktur
Tertutup
Yaitu fraktur dengan kondisi kulit yang tidak
ditembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi terjadinya fraktur tidak tercemar
oleh lingkungan.
Klasifikasi
fraktur menurut bentuk dan pola patahannya adalah sebagai berikut:
a.
Fraktur
transversal
Fraktur yang terjadi karena benturan langsung pada
titik fraktur dengan bentuk patahan fraktur adalah lurus melintang pada batang
tulang. Fraktur ini pada umumnya menjadi stabil kembali setelah direduksi.
b.
Fraktur oblik
Fraktur ini terjadi karena benturan tak langsung
ketika suatu kekuatan pada jarak tertentu menyebabkan tulang patah pada bagian
yang paling lemah. Fraktur ini berbentuk diagonal sepanjang tulang dan biasanya
terjadi karena pemelintiran pada ekstremitas.
c.
Fraktur spiral
Fraktur spiral terjadi ketika sebuah anggota gerak
terpuntir dengan kuat dan biasanya disertai dengan kerusakan pada jaringan lunak.
Bentuk patahan dari fraktur spiral hampir sama dengan fraktur obilk, akan
tetapi pada fraktur spiral patahannya mengelilingi tulang sehingga seolah-olah
terpilin seperti spiral.
d.
Fraktur
komunitiva
Fraktur komunitiva merupakan kondisi di mana tulang yang
patah pecah menjadi dua bagian atau lebih; serpihan-serpihan atau
terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang.
e.
Fraktur
kompresi
Fraktur yang terjadi ketika kedua tulang menumbuk
(akibat tubrukan) tulang ketiga yang berada di antaranya, contoh fraktur jenis
ini adalah tumbukan antara tulang belakang dengan tulang belakang lainnya.
f.
Fraktur greenstick
Fraktur di mana garis fraktur pada tulang tersebut
hanya parsial (tidak lengkap) pada sisi konveks bagian tulang yang tertekuk
(seperti ranting pohon yang lentur). Fraktur jenis ini hanya terjadi pada
anak-anak.
g.
Fraktur
patologik
Fraktur yang terjadi pada tulang yang sudah
mengalami kelainan misalnya metastase tumor.
h. Avulsi
: Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendo pada perlekatannya (Price
& Wilson, 1995).
C.
ETIOLOGI
Fraktur Kalkaneus biasanya
disebabkan oleh cedera pergelangan kaki yang berputar atau lebih sering akibat
terjatuh dari ketinggian, kecelakaan mobil, pergelangan kaki keseleo,
penggunaan berlebihan atau stress berulang pada tulang tumit. Fraktur ini
mungkin hanya terbatas pada kalkaneus atau dapat meluas hingga melibatkan sendi
subtalar atau kalkaneokuboid. Fraktur yang signifikan memerlukan CT scan untuk
pemeriksaan lebih lanjut dan memerlukan fiksasi pembedahan
Tanda gejala dari fraktur akibat
trauma: Nyeri tiba-tiba di tumit dan ketidakmampuan menjejakkan berat tubuh
dengan kaki; Pembengkakan di area tumit; Memar di area tumit dan pergelangan
kaki. Sedangkan tanda-gejala fraktur akibat penekanan, yaitu: Rasa nyeri yang
menyeluruh di area tumit yang muncul perlahan-lahan dan pembengkakan di area
tumit.
D.
PATOFISIOLOGI
FRAKTUR CALCANEUS
Etiologi
: trauma; tekanan/ stress berulang
Beban energi tinggi pada tumit
Talus terdorong ke bawah calcaneus
Kerusakan fragmen
tulang/ cedera jaringan lunak Pergeseram
fragmen tulang
Periosteum, cortex, pembuluh darah deformitas
Sum-sum tulang dan jaringan lunak
terputus
Penurunan fungsi
ekstremitas
Perdarahan jaringan skeletal
Hematoma Gg. mobilitas
Pengeluaran
bradikinin Stimulasi respon radang
(vasodilatasi, eksudasi
plasma, migrasi leukosit dan infiltrasi sel darah putih)
Berikatan
dengan nociceptor
Histamin
Nyeri
E.
MANIFESTASI
KLINIK
Tanda
dan gejala yang dapat dikenali pada bagian anggota tubuh yang mengalami fraktur
adalah sebagai berikut:
- Mobilitas yang abnormal pada tulang yang seharusnya tidak bergerak pada keadaan normal (tidak terjadi patah tulang)
- Krepitus (suara gesekan antara tulang)
- Deformitas
- Ekimosis (trauma jaringan lunak dan pembuluh darah)
- Edema
- Kehilangan fungsi normal yang berasal dari kerusakan saraf, ketidakstabilan fraktur, dan nyeri
- Spasme otot (kontraksi otot yang berlebihan)
- Syok yang berasal dari kehilangan darah, nyeri yang sangat dan kerusakan jaringan lunak yang luas
- Penyusutan ekstremitas
- Nyeri
F. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur dan imobilitas dapat dibagi menjadi kompliaksi segera dan komplikasi lambat.
a. Komplikasi
segera antara lain:
§ Sindrom
kompartemen
Sindrom kompartemen adalah tekanan tinggi pada kompartemen otot
dalam ruang tertutup fascia yang menyebabkan berkurangnya perfusi darah hingga
di bawah jumlah yang dibutuhkan untuk viabilitas jaringan. Naiknya tekanan
menyebabkan iskemi dan nyeri. Ada dua penyebab utama dari sindrom kompartemen,
yaitu berkurangnya ukuran kompartemen dan meningkatnya isi dalam kompartemen.
§ Trombosis
vena dalam
Adanya bekuan di vena profunda dari ekstremitas bawah dapat
menyebabkan trombosis vena dalam. Faktor resiko munculnya kondisi ini
berhubungan dengan mekanisme pembekuan darah, kerusakan vaskular, dan stasis vena.
§ Sindrom
emboli lemak
Sindrom emboli lemak adalah presentasi lemak globulin dalam
parenkim paru dan sirkulasi perifer, hal ini muncul setelah terjadinya fraktur
pada tulang pipa, trauma mayor atau prosedur pembedahan ortopedi. Teori yang
mendalami sumber dari lemak globulin menyatakan bahwa trauma langsung merusak
sel lemak dalam sumsum tulang yang fraktur atau luka pada jaringan lunak yang
kemudian hasil pecahan sel lemak tersebut bermigrasi ke paru-paru.
§ Emboli
pulmonal
Emboli pulmonal adalah suatu bekuan atau penyebab lain (udara,
lemak, cairan) yang tersangkut dalam pembuluh darah arteri pulmoner. Karena
trombosis vena dalam merupakan penyebab utama dari emboli pulmonal, maka faktor
resiko keduanya adalah sama. Efek dari emboli pulmonal adalah hipoksia sampai
dengan kematian.
§ Infeksi
Infeksi umumnya terjadi pada patah tulang terbuka di mana
kondisi jaringan yang terluka dapat dengan mudah terpapar oleh bakteri-bakteri
patogen.
b. Komplikasi
yang terjadi secara lambat antara lain:
§ Kekakuan
sendi
Penyebab umum dari kekakuan sendi adalah ketidakadekuatan
aktivitas dari otot dan tungkai, edema dependen yang diperpanjang, infeksi,
serta imobilisasi yang lama dari fraktur intra artikular.
§ Sindrom
kompleks nyeri regional
Sindrom ini merupakan sebuah disfungsi yang sangat menyakitkan
dan sindrom dari tidak digunaknnya suatu bagiantubuh dengan karakteristik nyeri
abnormal dan bengkak dari ekstremitas dan biasanya dipresipitasi oleh trauma
minor.
§ Miosistis
ossifikans
Adalah pembentukan abnormal dari tulang heterotopik (abnormal
dan bukan pada tempatnya) dekat tulang dan otot, biasanya merupakan respon
terhadap trauma.
§ Malunion
Kondisi ini merupakan sembuhnya tulang dengan bentuk abnormal.
Hal ini dapat terjadi ketika ketidakseimbangan stres menekan tarikan otot dan
gravitasi sehingga menyebabkan penjajaran yang tidak tepat pada fragmen
fraktur.
§ Delayed
union (penyatuan terlambat)
Merupakan kelanjutan dari nyeri tulang dan kerapuhan yang melewati
sebuah periode penyembuhan yang konsisten dengan tingkat trauma dan jaringan.
Kondisi ini mungkin disebabkan oleh disfraksi fragmen fraktur atau penyebab
sistemik eperti infeksi.
§ Non
union
Terjadi apabila penyembuhan fraktur tidak tercapai setelah 4-6
bulan pasca fraktur dan penyembuhan spontan fraktur tidak memungkinkan terjadi.
§ Kehilangan
reduksi fraktur
§ Refraktur
§ Osteomielitis
Mungkin terjadi pada femur atau tubia mengikuti fraktur terbua
dan fiksasi internal. Staphylococus aureus merupakan organisme
bakteri yang dapat menyebabkan infeksi kronis dan berulang pada tulang.
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip
penanganan fraktur ada 4, yaitu: rekognisi, reduksi, retensi dan rehabilitasi.
1.
Rekognisi, mengenal jenis fraktur,
lokasi dan keadaan secara umu; riwayat
kecelakaan, parah tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh pasien, menentukan
kemungkinan tulang yang patah dan adanya krepitus.
2. Reduksi,
mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal untuk mencegah jarinagn
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
Reduksi ada 3 (tiga), yaitu:
ü Reduksi
tertutup (close reduction), dengan cara manual/ manipulasi, dengan tarikan
untuk menggerakan fragmen tulang/ mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan)
ü Traksi,
digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi, dimana beratnya
traksi di sesuaikan dengan spasme otot. Sinar X digunakan untuk memantau
reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang
ü Reduksi
terbuka, dengan memasang alat untuk mempertahankan pergerakan, yaitu fiksasi
internal (kawat, sekrup, plat, nail dan batang dan implant logam) dan fiksasi
ekterna (pembalutan, gips, bidai, traksi kontinue, pin dan tehnik gips
3. Reposisi,
setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan cara fiksasi internal dan eksternal.
4. Rehabilitasi,
mempertahankan dan mengembalikan fungsi, dengan cara:
ü Mempertahankan
reduksi dan imobilisasi
ü Meninggikan
ekstremitas untuk meminimalkan pembengkakan
ü Memantau
status neorovaskular
ü Mengontrol
kecemasan dan nyeri
ü Latihan
isometrik dan setting otot
ü Berpartisipasi
dalam aktivitas hidup sehari-hari
Kembali keaktivitas
secara bertahap
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis fraktur antara lain:
1. Pemeriksaan
rontgen untuk menentukan lokasi/ luasnya fraktur atau trauma.
2. Skan
tulang, tomogram, skan CT/ MRII memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram
dilakukan bila dicurigai terdapat kerusakan vaskuler
4. Hitung
darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan
leukosit adalah respon stres normal setelah trauma.
5. Kreatinin;
trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk bersihan ginjal
6. Profil
koagulasi; perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel,
atau cedera hati.
I.
ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian
1.
Aktivitas dan istirahat
·
Tanda :
keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera,
fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan,
nyeri).
2.
Sirkulasi
·
Tanda :
hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ ansietas)
atau hipotensi (kehilangan darah); takikardia (respon stress atau hipovolemia);
penurunan atau tak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisian kapiler
lambat; pucat pada bagian yang terkena; pembengkakan jaringan atau massa
hematoma pada sisi yang cedera.
3.
Neurosensori
·
Gejala :
hilang gerakan/ sensasi; spasme otot; kebas; kesemutan (parestesis).
·
Tanda :
deformitas lokal; angulasi abnormal; pemendekan; rotasi; krepitasi (bunyi
berderit); spasme otot; terlihat kelemahan/ hilang fungsi; agitasi (mungkin
berhubungan dengan nyeri/ ansietas atau trauma lain).
4.
Nyeri/ kenyamanan
·
Gejala :
nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/ kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri
akibat kerusakan saraf; spasme/ kram otot (setelah imobilisasi).
5.
Keamanan
·
Tanda :
laserasi kulit; avulasi jaringan; perdarahan; perubahan warna; pembengkakan
lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
6.
Penyuluhan/ pembelajaran
·
Gejala :
lingkungan cedera
·
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat femur 7,8 hari; panggul/
pelvis 6,7 hari; lainnya 4,4 hari bila memerlukan perawatan di rumah.
·
Rencana pemulangan : mungkin memerlukan
bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas pemeliharaan/
perawatan rumah.
Masalah Keperawatan
1. Resiko
cedera
2. Nyeri
akut
3. Resiko
tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer
4. Resiko
tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas
5. Kerusakan
mobilitas fisik
6. Kerusakan
integritas kulit/ jaringan
7. Resiko
tinggi terhadap infeksi
8. Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
0 komentar:
Posting Komentar